14 Maart 2013
Inilah kisah kakak beradik yang
menjadi inspirasi bagi ku, Fitri yang merupakan kakaknya dan Dewi adalah adiknya.
Mereka adalah tetangga ku, rumah mereka pun tak jauh dari rumah ku. Dewi masih
duduk di bangku SMA sedangkan Fitri kulia di Universitas yang sama dengan aku tetapi
kami berbeda jurusan. Aku merasa bangga dengan Fitri karena ia yang begitu
akrab dengan adiknya, yang saling curhat saat ada masalah, keluar rumah bersama-sama,
saling menyayangi, saling berbagi, yang pasti mereka berdua sangat kompak. Dewi
adalah adik tirinya Fitri, ibu Fitri meninggal saat ia duduk di bangku SMA, dan
beberapa tahun kemudian bapaknya Fitri menikah lagi dengan seorang janda yang
memiliki anak satu, Dewi namanya yang kini menjadi adiknya. Fitri sering di marahi ibu tirinya hanya
karena tak dapat menyelesaikan tugas rumah karena seharian di kampus dan sering
di marahi juga ketika minta uang lebih untuk keperluan kampus, terkadang Fitri
tak di berikan uang jajan. namun Fitri tetap sabar menghadapi ibunya. Oleh
karenanya aku sangat terinspirasi terhadap Fitri dan Dewi yang begitu kompak,
meski Fitri sering di marahi ibunya Dewi, namun mereka saling menyayangi,dan
sangat jarang melihat Fitri dan Dewi
bertengkar.
Jauh berbeda lagi dengan aku dan
saudara ku, meski kami saudara kandung tapi kami tak seakrab seperti Fitri dan
Dewi, di rumah itu kami sering ribut tak ada yang mau mengalah di antara kami,
maka dari itu aku jarang sekali berada di rumah, waktuku hanya ku habiskan di
kampus dan di kos teman ku. Dengan melihat Fitri dan Dewi aku menjadi
berkeinginan untuk membangun hubungan baik dengan adik ku.
Selain Fitri dan Dewi menjadi inspirasiku, aku
juga sangat kagum dengan sosok Fitri. Karena ia yang sering di marahi jika
minta uang lebih dan sering juga tak di berikan uang jajan sehingga sampai
dengan saat ini Fitri jualan nasi kuning dan gorengan. Dan penghasilan dari
hasil jualan nasi kuning dan gorengan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya
sehari-hari dan keperluan di kampus, sehingga ia tak perlu lagi minta uang
kepada ibu tirinya.
07 Maart 2013
05 Maart 2013
Gorontalo
memiliki berbagai macam kebudayaan yang sering di lakukan oleh masyarakatnya. Gorontalo juga
sama halnya dengan Indonesia yang terkenal dengan adat, budaya, dan dialek yang
berbeda-beda. Mulai dari aneka ragam
kesenian daerah, baik tari, lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat,
upacara keagamaan, rumah adat, dan pakaian adat yang ada di Gorontalo.
Kebudayaan Gorontalo yang masih sering di lakukan misalnya raba-raba puru atau
dalam bahasa Gorontalonya adalah Tondalo. Raba-raba puru
merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Gorontalo dalam merayakan
usia wanita yang sedang hamil yakni 7 bulan. Kebiasaan ini sama halnya dengan
acara tujuh bulanan. Akan tetapi untuk Gorontalo, agak sedikit berbeda.
Prosesnya sangat sakral. Bagi wanita yang usia hamilnya 7 bulan melakukan
kegiatan raba-raba puru dengan menggunakan pakaian adat Gorontalo yakni sundi.
Prosesnya seorang
ustat membcakan doa. Kemudian pasangan suami istri duduk didepan para tamu bersama
2 anak kecil yang berbeda jenis kelamin yakni perempuan dan laki-laki. Untuk
sang wanita anak kecil yang mendampinginya seorang anak kecil berjenis kelamin
laki-laki, sedangkan untuk sang pria anak kecil yang mendampinginya yakni anak
perempuan. Selain itu ada juga 2 orang wanita dewasa yang memegang kepala
sambil menyisir rambut wanita yang hamil, dan seorang wanita satunya lagi duduk
memegang buku-buku atau lutut dari wanita yang sedang hamil tersebut. Sementara
sang ustat membacakan doa, sang wanita dibaringkan, kemudian sang pria berdiri
dengan gaya tambango dengan memcahkan tempurung dan bulewe atau tunas pinang.
Setelah membelah
tempurung dan bulewe pasangan suami istri mengelilingi rumah sebanyak 3
kali bersma anak kecil yang menjadi pendamping mereka. Setelah
berkeliling rumah sebanyak 3 kali, pasangan ini duduk kembali dan melakukan
makan bersama. Pada acara makan bersama ada yang unik, yakni mereka saling
menyuapi satu sama lain dengan tidak menggunakan sendok tapi menggunakan tangan
mereka sebagai alat untuk makan. Untuk pihak keluarga ada sedikit sesajian yang
harus disediakan berupa ayam, nasi putih dan nasi kuning masing-masing
berjumlah 7 (tujuh). Setelah itu sesajian yang disediakan dibagikan pada 2
orang anak kecil, 2 orang wanita dewasa, seorang ustat, seorang dukun kampong
dan satu sisanya untuk pasangan suami istri. Hal ini secara terus-menerus
dilakukan oleh masyarakat Gorontalo yang sedang hamil 7 bulan. Masih banyak lagi
kebudayaan dan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Gorontalo dengan nilan
dan kepercayaan yang berbeda-beda.
;;
Subscribe to:
Plasings (Atom)